Mar 13, 2012

Nepotisme

Dari wikipedia Bahasa Indonesia dijelaskan bahwa Kata Nepotisme berasal dari kata Latin nepos, yang berarti “keponakan” atau “cucu”. Pada Abad Pertengahan beberapa paus Katolik dan uskup yang telah mengambil janji “chastity” , sehingga biasanya tidak mempunyai anak kandung – memberikan kedudukan khusus kepada keponakannya seolah-olah seperti kepada anaknya sendiri.

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, (2001, P 780), Nepotisme bisa diartikan perilaku yg memperlihatkan ke sukaan yang berlebihan kepada kerabat dekat, kecenderungan untuk mengutamakan (menguntungkan) sanak saudara sendiri, terutama dalam jabatan, pangkat di lingkungan pemerintah, tindakan memilih kerabat atau sanak saudara sendiri untuk memegang pemerintahan.
Prof Dr. Amien Rais menjelaskan bahwa Nepotisme merupakan bagian dari korupsi dimana salah satu bagiannya adalah korupsi dalam tiga Jenis: Pertama, ekstrortif korupsi, yaitu merujuk pada situasi di mana seseoarang terpaksa menyogok agar dapat memperoleh sesuatu atau mendapatkan proteksi/perlindungan atas hak-hak dan kebutuhannya. Kedua, korupsi manipulatif, yaitu merujuk pada usaha kotor yang dilakukan seseorang untuk mempengaruhi kebijakan atau keputusan pemerintah dalam rangka memperoleh keuntungan setinggi-tingginya. Ketiga, korupsi nepotistik, yaitu merujuk pada perlakuan istimewa yang diberikan pada anak-anak, kemenakan, saudara dari pejabat. Diharapkan perlakuan istimewa tersebut dapat membagi rejeki antar mereka saja.
Menurut Prof. Dr. Kamaruddin Hidayat, Nepotisme adalah menejemen kepegawaian yang menggambarkan sistem pengangkatan, penempatan, penunjukan dan kenaikan pangkat atas dasar pertalian darah, keluarga atau kawan.
Nepotisme dapat juga diartikan sebagai suatu sikap atau tindakan seorang pemimpin yang lebih mendahulukan keluarga dan sanak famili dalam mem-berikan jabatan dan yang lain, baik dalam birokrasi pemerintahan maupun dalam manajemen perusahaan swasta.
Istilah “nepotisme” biasa dipakai untuk menerangkan praktik dalam kekuasaan umum yang mendahulukan kepentingan keluarga dekat untuk mendapatkan suatu kesempatan.
Pengertian Nepotisme ini diambil dari berbagai sumber, Semoga dapat bermanfaat buat rekan-rekan sekalian. Terimakasih.
 
»»  READMORE...

Sejarah dan Pengertian Demokrasi Terpimpin

1. Sejarah munculnya demokrasi terpimpin
Pemberontakan yang gagal di Sumatera, Sulawesi, Jawa Barat dan pulau-pulau lainnya yang dimulai sejak 1958, ditambah kegagalan MPR untuk mengembangkan konstitusi baru, melemahkan sistem parlemen Indonesia. Akibatnya pada 1959 ketika Presiden Soekarno secara unilateral membangkitkan kembali konstitusi 1945 yang bersifat sementara, yang memberikan kekuatan presidensil yang besar, dia tidak menemui banyak hambatan.

Dari 1959 hingga 1965, Presiden Soekarno berkuasa dalam rezim yang otoriter di bawah label "Demokrasi Terpimpin". Dia juga menggeser kebijakan luar negeri Indonesia menuju non-blok, kebijakan yang didukung para pemimpin penting negara-negara bekas jajahan yang menolak aliansi resmi dengan Blok Barat maupun Blok Uni Soviet. Para pemimpin tersebut berkumpul di Bandung, Jawa Barat pada tahun 1955 dalam KTT Asia-Afrika untuk mendirikan fondasi yang kelak menjadi Gerakan Non-Blok.

Pada akhir 1950-an dan awal 1960-an, Soekarno bergerak lebih dekat kepada negara-negara komunis Asia dan kepada Partai Komunis Indonesia (PKI) di dalam negeri. Meski PKI merupakan partai komunis terbesar di dunia di luar Uni Soviet dan China, dukungan massanya tak pernah menunjukkan penurutan ideologis kepada partai komunis seperti di negara-negara lainnya.


2. Pengertian demokrasi terpimpin
Masa demokrasi terpimpin (1957-1965) dimulai dengan tumbangnya demokrasi parlementer atau demokrasi liberal yang ditandai pengunduran Ali Sastroamidjojo sebagai perdana mentri. Namun begitu, penegasan pemberlakuan demokrasi terpimpin dimulai setelah dibubarkannya badan konstituante dan dikeluarkannya dekrit presiden 5 Juli 1959. Demokrasi Terpimpin adalah demokrasi yang dipimpin oleh sila keempat Pancasila.

Namun oleh Presiden Soekarno diartikan terpimpin mutlak oleh presiden (penguasa).Hal yang paling mendasari pembentukan demokrasi terpimpin adalah kepribadian Soekarno dan militer yang dituangkan dalam suatu konsepsi. Konsepsi tentang suatu sistem yang asli Indonesia. Namun sistem ini ditolak oleh Hatta karena dikawatirkan bahwa hal ini akan kembali pada sistem tradisional yang feodal, otokratis, dan hanya dipakai demi kepentingan raja.

Sumber: shvoong.com
»»  READMORE...

Pemborosan Anggota Dewan Periode 2009 - 2014

setelah munculnya TV news di Indonesia ( tente Metro dan bang one), para anggota dewan terhormat mulai hobi bersidang di studio, bukanhanya mencari polularitas dan tambahan uang saku sang dewan terhormat juga sekalian berlagak sok pintas dan suci, sok bicara uang rakyat dan anti korupsi bergaya glamor bak artis, hobi omong kosong seolah berisi. bicara atas nama rakyat tapi ga pernah tobat. tidak partai suci tidak partai laknat sama-sama masuk jeruji besi dan masih sematat konfrensi pers di depan live TV.

belum sempat dewan terhormat dilantik, para dewan sudah menghabiskan uang rakyat sebesar 11miliyar untuk biaya pelantikan. Bayangkan, untuk pelantikan 560 calon anggota DPR dan 132 calon anggota DPD, Komisi Pemilihan Umum (KPU) menganggarkan biaya Rp 11 miliar. Jika dibagi secara kasar untuk semua calon anggota DPR/DPD, setiap calon terpilih akan menerima dana Rp 15,89 juta.

Biaya pelantikan untuk setiap calon terpilih anggota DPR ternyata jauh lebih besar dibandingkan dengan biaya sosialisasi pemilu legislatif untuk setiap pemilih. Ketimpangan itu menunjukkan buruknya dan tidak adanya prioritas KPU dalam membuat anggaran pemilu.

Sesuai data yang ada, dana penyusunan, penyempurnaan, dan sosialisasi peraturan perundang-undangan dalam Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) KPU tahun 2008 mencapai Rp 58,69 miliar. Sementara dana sosialisasi tahapan penyelenggaraan Pemilu 2009 dalam DIPA KPU 2009 mencapai Rp 12,92 miliar.

Jika dijumlahkan, dana sosialisasi pemilu legislatif pada 2008-2009 mencapai Rp 71,61 miliar. Dan bila dibagi dengan 171 juta pemilih, setiap pemilih hanya mendapat manfaat dana sosialisasi sebesar Rp 418,77. Artinya, dibandingkan dengan dana pelantikan untuk setiap calon anggota DPR, biaya pelantikan satu anggota DPR/DPD sekitar 38.000 kali lebih besar dibandingkan dengan biaya sosialisasi untuk setiap pemilih.

Kini, setiap anggota DPR periode 2009-2014 yang dilantik 1 Oktober 2009 juga akan mendapat anggaran perjalanan dinas pindah. Total anggaran perjalanan dinas pindah untuk 560 anggota sekitar Rp 26 miliar atau sekitar Rp 46,5 juta per anggota.

Sebanyak 496 unit rumah dinas (rumdin) anggota DPR di kawasan Kalibata, Jakarta, direnovasi. Proyek bernilai miliaran rupiah itu sempat menjadi rebutan Sekretariat Jenderal (Setjen) DPR dan Sekretariat Negara (Setneg). maklum nilainya miliyaran, janga ngiri ya…. wekekkeke….. Namun, jumlah secara pasti juga belum diketahui. Hanya, data yang dimiliki Indonesian Budget Center (IBC) menyatakan bahwa proyek untuk 496 rumah anggota DPR itu setidaknya akan menyedot uang negara Rp 400 miliar. Rinciannya, anggaran renovasi untuk tahun anggaran 2008 sebesar Rp 300 miliar dan untuk tahun ini Rp 100 miliar.

ada berita baru yang sangat senyap di media, soal anggaran konyol 250 eM, untuk membuat gedung baru di kompleks senayan alasannya gedung Nusantara 1 yang sangat megah dan menjulang tinggi itu sudah tidak layak ditempati, katanya…. katanya….. katanya….. itu katanya loh.,.,. kata anggota dewan terhormat

Gedung Nusantara I, kata anggota dewan terhormat yang tidak saya hormati dibangun untuk anggota dewan periode 1992-1997 dan saat ini masih digunakan oleh anggota dewan periode 2009-2014.

Gedung ini tidak didesaign untuk jumlah yang sekarang. Kalau dulu anggota dewan berjumlah 500 dengan masing-masing asisten pribadi satu orang dan dua orang staf. Kalau sekarang jumlahnya sudah 560 dengan rencana satu orang anggota dewan dilengkapi 7 staf ahli. masa hanya nampah 67 personil di gedung Nusantara 1 sampai harus bikin gedung baru, bercanda ini pasti bercanda….

Anggota Badan Anggaran DPR Romahurmuzy sebelumnya menyatakan bahwa anggaran Rp 250 miliar dirasa kurang sehingga pembiayaan gedung baru akan makan dua tahun anggaran. “Jadi setelah RAPBN-P 2010 dan dianggarkan lagi tahun depan. Nggak sampai setriliunlah, paling ratusan juta (tambahannya) sudah selesai,

Rencananya gedung baru ini akan berlantai 40. Dengan jumlah sebanyak itu maka memang dibutuhkan gedung baru. Ini demi keselamatan, preeetttttt………… prikitiw… gedung baru euy….

masa tiap periode harus renovasi rumah dan bikin gedung baru.,.,.,.? duh gusti kulo nyuwun ngapuro, wakil-wakil rakyat terhormat yo podo mbeling,,,, iki piye gusti…

denger-denger kabar burung Pemerintah bersama DPR sedang membahas Rancangan Anggaran Pendapatan Belanja Negara (RAPBN) Perubahan tahun 2010. Dalam pembahasan, Wakil Rakyat memaksa kepada pemerintah supaya memberikan tambahaan anggaran sebesar Rp 250 miliar.

Dengan penambahaan alokasi anggaran ini, maka total seluruh anggaran DPR menjadi sekitar Rp 2,2 triliun. Padahal alokasi anggaran dalam pagu APBN yang disahkan DPR adalah sebesar Rp 1,9 triliun dan kenaikan alokasi DPR 90.3 persen dari total seluruh anggaran DPR.

Kenaikan anggaran sepertinya akan lolos begitu saja. Sebab tidak ada pengawasan dari publik. Dan pada sisi lain, anggota DPR sangat pintar mengalihkan isu antara lain kunjungan penggagas kasus Bank Century ke sejumlah tokoh publik, isu pembentukan panitia khusus pajak.

Sementara itu anggaran perjalanan luar negeri Rp 122 miliar tak akan pernah diutak-atik dan dipermasalahan dalam pembahasan. Apalagi untuk dihilangkan. Perjalanan ke luar negeri untuk setiap negara akan mengikutsertakan 13 anggota dewan yang terhormat dan dua orang sekretaris selama tujuh hari.

Permintaan kenaikan anggaran DPR yang telah disetujui Badan Urusan Rumah Tangga DPR dan sedang dibahas antara pemerintah di antaranya rumah aspirasi untuk 77 daerah pemilihan sebesar Rp 78.9 miliar, tenaga ahli untuk anggota 545 orang Rp 49 miliar, dan asuransi kesehatan dan keluarganya dengan Fasilitas VVIP Rp 10 miliar.

Sementara asuransi kesehatan anggota DPR dinilai sangat mahal. Setiap anggota DPR menerima asuransi kesehatan Rp 66 juta lebih per orang dengan fasilitas VVIP. Setiap bulan anggota DPR memperoleh asuransi kesehatan Rp 5,5 juta dari total anggaran asuransi DPR Rp 37,2 miliar.

Jika dibandingkan dengan asuransi orang miskin yang sudah dialokasikan Rp 5 triliun. Anggaran itu kalau diberikan untuk 32,53 juta orang miskin, maka per orang menerima alokasi anggaran kesehatan hanya sekitar Rp 150 ribu tiap tahun. Sedangkan untuk satu bulan hanya Rp 12,809.

http://politik.kompasiana.com/2010/0...iput-media-tv/
»»  READMORE...

Definisi Money Laundering

Pencucian uang (Inggris:Money Laundering) adalah suatu upaya perbuatan untuk menyembunyikan atau menyamarkan asal usul uang/dana atau Harta Kekayaan hasil tindak pidana melalui berbagai transaksi keuangan agar uang atau Harta Kekayaan tersebut tampak seolah-olah berasal dari kegiatan yang sah/legal.

Pada umumnya pelaku tindak pidana berusaha menyembunyikan atau menyamarkan asal usul Harta Kekayaan yang merupakan hasil dari tindak pidana dengan berbagai cara agar Harta Kekayaan hasil kejahatannya sulit ditelusuri oleh aparat penegak hukum sehingga dengan leluasa memanfaatkan Harta Kekayaan tersebut baik untuk kegiatan yang sah maupun tidak sah. Oleh karena itu, tindak pidana Pencucian Uang tidak hanya mengancam stabilitas dan integritas sistem perekonomian dan sistem keuangan, melainkan juga dapat membahayakan sendi-sendi kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Metode

Pencucian Uang umumnya dilakukan melalui 3 (tiga) langkah tahapan: langkah pertama yakni uang/dana yang dihasilkan dari suatu kegiatan tindak pidana/kejahatan di ubah ke dalam bentuk yang kurang atau tidak menimbulkan kecurigaan melalui penempatan kepada sistem keuangan[1] [2] dengan berbagai cara (tahap penempatan/placement); langkah kedua adalah melakukan transaksi keuangan yang kompleks, berlapis dan anonim dengan tujuan memisahkan hasil tindak pidana dari sumbernya ke berbagai rekening sehingga sulit untuk dilacak asal muasal dana tersebut yang dengan kata lain menyembunyikan atau menyamarkan asal usul harta kekayaan hasil tindak pidana tersebut (tahap pelapisan/layering); langkah ketiga (final) merupakan tahapan dimana pelaku memasukkan kembali dana yang sudah kabur asal usulnya ke dalam Harta Kekayaan yang telah tampak sah baik untuk dinikmati langsung, diinvestasikan ke dalam berbagai bentuk kekayaan material maupun keuangan, dipergunakan untuk membiayai kegaiatan bisnis yang sah ataupun untuk membiayai kembali kegiatan tindak pidana (tahap integrasi).[3] [4]


[sunting] Hukum Pencucian Uang di Indonesia

Di Indonesia, hal ini diatur secara yuridis dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang, di mana pencucian uang dibedakan dalam tiga tindak pidana:

Pertama
Tindak pidana pencucian uang aktif, yaitu Setiap Orang yang menempatkan, mentransfer, mengalihkan, membelanjakan, menbayarkan, menghibahkan, menitipkan, membawa ke luar negeri, mengubah bentuk, menukarkan dengan uang uang atau surat berharga atau perbuatan lain atas Harta Kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) dengan tujuan menyembunyikan atau menyamarkan asal usul Harta Kekayaan. (Pasal 3 UU RI No. 8 Tahun 2010).

Kedua
Tindak pidana pencucian uang pasif yang dikenakan kepada setiap Orang yang menerima atau menguasai penempatan, pentransferan, pembayaran, hibah, sumbangan, penitipan, penukaran, atau menggunakan Harta Kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1). Hal tersebut dianggap juga sama dengan melakukan pencucian uang. Namun, dikecualikan bagi Pihak Pelapor yang melaksanakan kewajiban pelaporan sebagaimana diatur dalam undang-undang ini. (Pasal 5 UU RI No. 8 Tahun 2010).

Ketiga
Dalam Pasal 4 UU RI No. 8/2010, dikenakan pula bagi mereka yang menikmati hasil tindak pidana pencucian uang yang dikenakan kepada setiap Orang yang menyembunyikan atau menyamarkan asal usul, sumber lokasi, peruntukan, pengalihan hak-hak, atau kepemilikan yang sebenarnya atas Harta Kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1). Hal ini pun dianggap sama dengan melakukan pencucian uang.


Sanksi bagi pelaku tindak pidana pencucian uang adalah cukup berat, yakni dimulai dari hukuman penjara paling lama maksimum 20 tahun, dengan denda paling banyak 10 miliar rupiah.


Hasil Tindak Pidana Pencucian Uang (Pasal 2 UU RI No. 8 Tahun 2010)

(1) Hasil tindak pidana adalah Harta Kekayaan yang diperoleh dari tindak pidana: a. korupsi; b. penyuapan; c. narkotika; d. psikotropika; e. penyelundupan tenaga kerja; f. penyelundupan migran; g. di bidang perbankan; h. di bidang pasar modal; i. di bidang perasuransian; j. kepabeanan; k. cukai; l. perdagangan orang; m. perdagangan senjata gelap; n. terorisme; o. penculikan; p. pencurian; q. penggelapan; r. penipuan; s. pemalsuan uang; t. perjudian; u. prostitusi; v. di bidang perpajakan; w. di bidang kehutanan; x. di bidang lingkungan hidup; y. di bidang kelautan dan perikanan; atau z. tindak pidana lain yang diancam dengan pidana penjara 4 (empat) tahun atau lebih, yang dilakukan di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia atau di luar wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dan tindak pidana tersebut juga merupakan tindak pidana menurut hukum Indonesia.

(2) Harta Kekayaan yang diketahui atau patut diduga akan digunakan dan/atau digunakan secara langsung atau tidak langsung untuk kegiatan terorisme, organisasi terorisme, atau teroris perseorangan disamakan sebagai hasil tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf n.


[sunting] Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan

Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan/PPATK (Inggris:Indonesian Financial Transaction Reports and Analysis Center/INTRAC) sebagaimana dimandatkan dalam UU RI No. 8 Tahun 2010 adalah lembaga independen dibawah Presiden Republik Indonesia yang mempunyai tugas mencegah dan memberantas tindak pidana Pencucian Uang serta mempunyai fungsi sebagai berikut:

1. pencegahan dan pemberantasan tindak pidana Pencucian Uang;
2. pengelolaan data dan informasi yang diperoleh PPATK;
3. pengawasan terhadap kepatuhan Pihak Pelapor; dan
4. analisis atau pemeriksaan laporan dan informasi Transaksi Keuangan yang berindikasi tindak pidana Pencucian Uang dan/atau tindak pidana lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1).

Dalam pergaulan global di masyarakat internasional, PPATK dikenal sebagai Indonesian Financial Intelligence Unit yang merupakan unit intelijen keuangan dalam rezim Anti Pencucian Uang dan Kontra Pendanaan Terorisme (AML/CFT Regime) di Indonesia. PPATK merupakan anggota dari ''The Egmont Group'' yakni suatu asosiasi lembaga FIU di seluruh dunia dalam rangka mewujudkan dunia internasional yang bersih dari tindak pidana pencucian uang dan pendanaan terorisme sesuai standar-standar terbaik internasional.


[sunting] Sejarah Ringkas UU PP-TPPU

Dalam perkembangannya, tindak pidana pencucian uang semakin kompleks, melintasi batas-batas yurisdiksi, dan menggunakan modus yang semakin variatif, memanfaatkan lembaga di luar sistem keuangan, bahkan telah merambah ke berbagai sektor. Untuk mengantisipasi hal itu, Financial Action Task Force (FATF) on Money Laundering telah mengeluarkan standar internasional yang menjadi ukuran bagi setiap negara/jurisdiksi dalam pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang dan tindak pidana pendanaan terorisme yang dikenal dengan Revised 40 Recommendations dan 9 Special Recommendations (Revised 40+9) FATF, antara lain mengenai perluasan Pihak Pelapor (Reporting Parties) yang mencakup pedagang permata dan perhiasan/logam mulia dan pedagang kendaraan bermotor. Dalam mencegah dan memberantas tindak pidana pencucian uang perlu dilakukan kerja sama regional dan internasional melalui forum bilateral atau multilateral agar intensitas tindak pidana yang menghasilkan atau melibatkan harta kekayaan yang jumlahnya besar dapat diminimalisasi. Penanganan tindak pidana pencucian uang di Indonesia yang dimulai sejak disahkannya Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2003 tentang Perubahan atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang, telah menunjukkan arah yang positif. Hal itu, tercermin dari meningkatnya kesadaran dari pelaksana Undang-Undang tentang Tindak Pidana Pencucian Uang, seperti penyedia jasa keuangan dalam melaksanakan kewajiban pelaporan, Lembaga Pengawas dan Pengatur dalam pembuatan peraturan, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) dalam kegiatan analisis, dan penegak hukum dalam menindaklanjuti hasil analisis hingga penjatuhan sanksi pidana dan/atau sanksi administratif. Upaya yang dilakukan tersebut dirasakan belum optimal, antara lain karena peraturan perundang-undangan yang ada ternyata masih memberikan ruang timbulnya penafsiran yang berbeda-beda, adanya celah hukum, kurang tepatnya pemberian sanksi, belum dimanfaatkannya pergeseran beban pembuktian, keterbatasan akses informasi, sempitnya cakupan pelapor dan jenis laporannya, serta kurang jelasnya tugas dan kewenangan dari para pelaksana Undang-Undang ini. Untuk memenuhi kepentingan nasional dan menyesuaikan standar internasional, perlu disusun Undang-Undang tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang sebagai pengganti Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2003 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang.

Materi muatan yang terdapat dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang, antara lain:

1. redefinisi pengertian hal yang terkait dengan tindak pidana pencucian uang;
2. penyempurnaan kriminalisasi tindak pidana pencucian uang;
3. pengaturan mengenai penjatuhan sanksi pidana dan sanksi administratif;
4. pengukuhan penerapan prinsip mengenali Pengguna Jasa;
5. perluasan Pihak Pelapor;
6. penetapan mengenai jenis pelaporan oleh penyedia barang dan/atau jasa lainnya;
7. penataan mengenai Pengawasan Kepatuhan;
8. pemberian kewenangan kepada Pihak Pelapor untuk menunda transaksi;
9. perluasan kewenangan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai terhadap pembawaan uang tunai dan instrumen pembayaran lain ke dalam atau ke luar daerah pabean;
10. pemberian kewenangan kepada penyidik tindak pidana asal untuk menyidik dugaan tindak pidana pencucian uang;
11. perluasan instansi yang berhak menerima hasil analisis atau pemeriksaan PPATK;
12. penataan kembali kelembagaan PPATK;
13. penambahan kewenangan PPATK, termasuk kewenangan untuk menghentikan sementara Transaksi;
14. penataan kembali hukum acara pemeriksaan tindak pidana pencucian uang; dan
15. pengaturan mengenai penyitaan Harta Kekayaan yang berasal dari tindak pidana.

sumber : wikipedia
»»  READMORE...

Oposisi dalam Sistem Pemerintahan Presidensial

Dalam kabinet presidensial, hubungan antara Presiden dan DPR tidak didesain dalam pola koalisi atau oposisi, melainkan lebih dalam pelaksanaan checks and balances. Dalam hal legislasi, DPR tidak boleh menerima atau menolak RUU secara apriori yang diajukan pemerintah. Dalam fungsi anggaran DPR tidak dibenarkan menerima atau menolak secara arbitrer rancangan anggaran pendapatan dan belanja negara (RAPBN) yang diajukan Presiden. Dan, dalam bidang pengawasan DPR tidak boleh secara apriori menutup mata terhadap apa yang dilakukan Presiden/pemerintah. Meskipun Presiden tersebut berasal dari partai politik yang sama. Kriterium penerimaan atau penolakan DPR hanyalah satu: berpihak kepada kepentingan rakyat ataukah tidak.

Di sini tidak ada kriterium koalisi atau oposisi. Meskipun berasal dari partai yang berkoalisi, anggota DPR tetap bertugas mengawasi Presiden yang didukung koalisi. Pasalnya, power tends to corrupt, absolute power corrupts absolutely. Sebab siapa pun dia, begitu mereka memegang kekuasaan maka yang berlaku adalah hukum kekuasaan: cenderung untuk korup. Karena itu harus diawasi. Dalam konteks dan perspektif ini maka dalam sistem UUD 1945 koalisi partai-partai politik hanya bisa dilakukan di dalam satu lembaga negara, tidak bisa lintas lembaga negara. (Hajriyanto Y Thohari, 2010).

Dalam kabinet presidensial, peran oposisi partai politik di Indonesia kurang efektif. Hal ini diakibatkan pemaknaan arti oposisi yang masih setengah hati. Dalam jajak pendapat yang dilakukan Kompas menyebutkan, bahwa oposisi yang dimaui oleh publik lebih pada peran oposisi yang soft, seperti menjadi penyeimbang, pengontrol, dan mitra kerja pemerintah. Sebaliknya, konsep peran oposisi yang dihindari publik adalah yang agak radikal seperti menjadi “kekuatan lawan” bagi pemerintah sebagaimana dikenal di negara-negara lain, atau dalam terminologi ilmu politik.

Terdapat tiga masalah fundamental terkait ide koalisi atau oposisi di Indonesia (Sunny Tanuwijaya, 2010) yang harus diklarifikasi dan diselesaikan sebelum koalisi politik di Indonesia dapat stabil pada masa mendatang. Pertama, tidak jelasnya arti partai koalisi dan partai oposisi dalam politik Indonesia. Kedua, dasar bagi koalisi pendukung pemerintah lebih banyak terkait kepentingan politik ketimbang persamaan visi dan kebijakan. Ketiga, mekanisme sanksi terhadap partai koalisi yang “membelot” tidak jelas.
Melihat gejala di atas, publik tetap sepakat dan berharap dengan hadirnya kekuatan oposisi. Memang haus ada kekuatan oposisi di parlemen (Dewan Perwakilan Rakyat), yang akan melakukan fungsi kontrol terhadap pemerintah.

Kenyataan di atas menunjukkan, bahwa publik berharap parpol yang berkoalisi dengan pemerintah jangan sampai kehilangan daya kritisnya. Di sini diharapkan parpol yang masuk koalisi pendukung pemerintah berhak melakukan kritik dan kontrol terhadap pemerintah, seperti halnya yang dilakukan oleh Partai Golkar dan Partai Keadilan Sejahtera belakangan ini.

Masih dalam jajak pendapat yang dilakukan Kompas, peran oposisi tidak sekadar dimaknai sebagai kekuatan di luar pemerintah, tetapi lebih dari itu. Peran oposisi adalah menjaga kekuasaan agar tetap berada di rel yang benar. Oposisi bukan kumpulan kekuatan yang sakit hati karena kalah dalam pemilihan umum (pemilu) atau tidak mendapatkan kursi kekuasaan, sehingga berbalik memusuhi pemerintah. Oposisi tidak bisa dipahami sekadar berbeda dengan pemerintah.

Oleh karenanya, makna oposisi seharusnya lebih mulia dari itu. Jika pemerintah salah, oposisi akan menyadarkan publik agar melakukan tekanan. Sebaliknya, jika pemerintah benar, oposisi harus mengajak publik mendorong pemerintah tetap konsisten.

Dewasa ini, dalam hal reshuffle, presiden takut kehilangan dukungan politiknya jika menggeser menteri yang partainya tidak loyal. Sementara itu, partai sulit membentuk koalisi-oposisi yang sempurna, karena sebagian kadernya duduk di pemerintahan. Akibatnya, presiden dipandang tidak tegas, sementara partai politik menghadapi problem konsistensi. Proses demokrasi tampaknya telah mencapai titik tengah dari kontinum stagnasi politik, sebagai akibat dari benturan dua sistem yang tumbuh demikian cepat dalam sistem politik Indonesia.

Tidak mudahnya melakukan pergantian menteri di Indonesia, selain ditentukan karakter presiden dan partai politik, sebagian juga dilatarbelakangi oleh sistem pemerintahan yang dianut. Sistem multipartai merupakan komplemen yang ideal bagi sistem pemerintahan parlementer. Adapun sistem pemerintahan presidensial idelanya memang berpasangan dengan sistem kepartaian yang dwipartai.***

sumber :  surabayapagi.com
»»  READMORE...

Pengertian Korupsi Menurut Perspektif Hukum

Menurut perspektif hukum, definisi korupsi secara gamblang telah dijelaskan dalam 13
buah Pasal dalam UU No. 31 Tahun 1999 yang telah diubah dengan UU No. 20 Tahun
2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Berdasarkan pasal-pasal
tersebut, korupsi dirumuskan kedalam 30 bentuk/jenis tindak pidana korupsi. Pasalpasal
tersebut menerangkan secara terperinci mengenai perbuatan yang bisa
dikenakan sanksi pidana karena korupsi. Ketigapuluh bentuk/jenis tindak pidana
korupsi tersebut pada dasarnya dapat dikelompokkan sebagai berikut:
1. Kerugian keuangan negara
2. Suap-menyuap
3. Penggelapan dalam jabatan
4. Pemerasan
5. Perbuatan curang
6. Benturan kepentingan dalam pengadaan
7. Gratifikasi
Selain bentuk/jenis tindak pidana korupsi yang sudah dijelaskan diatas, masih ada
tindak pidana lain yang yang berkaitan dengan tindak pidana korupsi yang tertuang
pada UU No.31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001. Jenis tindak pidana yang
berkaitan dengan tindak pidana korupsi itu adalah:
1. Merintangi proses pemeriksaan perkara korupsi
2. Tidak memberi keterangan atau memberi keterangan yang tidak benar
3. Bank yang tidak memberikan keterangan rekening tersangka
4. Saksi atau ahli yang tidak memberi keterangan atau memberi keterangan palsu
5. Orang yang memegang rahasia jabatan tidak memberikan keterangan atau
memberikan keterangan palsu
6. Saksi yang membuka identitas pelapor
5
Pasal-pasal berikut dibawah ini dapat dikaitkan dengan tindak pidana korupsi dalam
pengadaan barang dan jasa pemerintah.

1. Melawan Hukum untuk Memperkaya Diri
Pasal 2 UU No. 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001:
(1) Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya
diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan
negara atau perekonomian negara, dipidana dengan pidana penjara seumur
hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20
(dua puluh) tahun dan denda paling sedikit Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta
rupiah) dan paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah).
(2) Dalam hal tindak pidana korupsi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
dilakukan dalam keadaan tertentu, pidana mati dapat dijatuhkan.
Rumusan korupsi pada Pasal 2 UU No. 31 Tahun 1999, pertama kali termuat dalam
Pasal 1 ayat (1) huruf a UU No. 3 Tahun 1971. Perbedaan rumusan terletak pada
masuknya kata ”dapat” sebelum unsur ”merugikan keuangan/perekonomian negara”
pada UU No. 31 Tahun 1999. Sampai dengan saat ini, pasal ini termasuk paling
banyak digunakan untuk memidana koruptor.
Untuk menyimpulkan apakah suatu perbuatan termasuk korupsi menurut Pasal ini,
harus memenuhi unsur-unsur:
1. Setiap orang atau korporasi;
2. Melawan hukum;
3. Memperkaya diri sendiri, orang lain atau suatu korporasi;
4. Dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara.
2.2. Menyalahgunakan Kewenangan
Pasal 3 UU No. 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001:
Setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau
suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada
padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara atau
perekonomian negara, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana
penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan atau
6
denda paling sedikit Rp. 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp.
1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah).
Rumusan korupsi pada Pasal 3 UU No. 31 Tahun 1999, pertama kali termuat dalam
Pasal 1 ayat (1) huruf b UU No. 3 Tahun 1971. Perbedaan rumusan terletak pada
masuknya kata ”dapat” sebelum unsur ”merugikan keuangan/perekonomian negara”
pada UU No. 31 Tahun 1999. Sampai dengan saat ini, pasal ini termasuk paling
banyak digunakan untuk memidana koruptor.
Untuk menyimpulkan apakah suatu perbuatan termasuk korupsi menurut Pasal ini,
harus memenuhi unsur-unsur:
1. Setiap orang;
2. Dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi;
3. Menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana;
4. Dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara.


Sumber : www.kppu.go.id
»»  READMORE...

Hak Asasi Manusia

Hak asasi manusia (atau disingkat HAM) adalah hak-hak yang telah dipunyai seseorang sejak ia dalam kandungan. HAM berlaku secara universal. Dasar-dasar HAM tertuang dalam deklarasi kemerdekaan Amerika Serikat (Declaration of Independence of USA) dan tercantum dalam UUD 1945 Republik Indonesia, seperti pada pasal 27 ayat 1, pasal 28, pasal 29 ayat 2, pasal 30 ayat 1, dan pasal 31 ayat 1

Contoh HAM:

Hak untuk hidup.

Hak untuk bebas dari rasa takut.

Hak untuk bekerja.

Hak untuk mendapatkan pendidikan.

Hak untuk mendapatkan persamaan di mata hukum.

dan seterusnya.

contoh pelanggaran HAM:

Penindasan dan membatasi hak rakyat dan oposisi dengan sewenang-wenang.

Hukum (aturan dan/atau UU) diperlakukan tidak adil dan tidak manusiawi.

Manipulatif dan membuat aturan pemilu sesuai dengan penguasa dan partai tiran/otoriter.

Sedangkan menurut saya, Hak Asasi Manusia adalah semua hal yang bisa didapatkan dan berhak kita terima dari semenjak lahir, meliputi hak untuk memperoleh kehidupan, hak untuk mendapatkan pekerjaan, hak untuk menganut agama kepercayaan, dan hak untuk mendapat perlindungan.

Sumber : wikipedia.com
»»  READMORE...

Bentuk Demokrasi Dalam Sistem Pemerintahan Negara

Demokrasi adalah pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat. Begitulah pemahaman yang paling sederhana tentang demokrasi, yang diketahui oleh hampir semua orang.

Demokrasi merupakan bentuk pemerintahan politik yang kekuasaan pemerintahannya berasal dari rakyat, baik secara langsung (demokrasi langsung) atau melalui perwakilan (demokrasi perwakilan). Istilah ini berasal dari bahasa Yunani δημοκρατία – (dēmokratía) “kekuasaan rakyat”,  yang dibentuk dari kata δῆμος (dêmos) “rakyat” dan κράτος (Kratos) “kekuasaan”, merujuk pada sistem politik yang muncul pada pertengahan abad ke-5 dan ke-4 SM di negara kota Yunani Kuno, khususnya Athena, menyusul revolusi rakyat pada tahun 508 SM.

Berbicara mengenai demokrasi adalah memburaskan (memperbincangkan) tentang kekuasaan, atau lebih tepatnya pengelolaan kekuasaan secara beradab. Ia adalah sistem manajemen kekuasaan yang dilandasi oleh nilai-nilai dan etika serta peradaban yang menghargai martabat manusia. Pelaku utama demokrasi adalah kita semua, setiap orang yang selama ini selalu diatasnamakan namun tak pernah ikut menentukan. Menjaga proses demokratisasi adalah memahami secara benar hak-hak yang kita miliki, menjaga hak-hak itu agar siapapun menghormatinya, melawan siapapun yang berusaha melanggar hak-hak itu. Demokrasi pada dasarnya adalah aturan orang (people rule), dan di dalam sistem politik yang demokratis warga mempunyai hak, kesempatan dan suara yang sama di dalam mengatur pemerintahan di dunia publik. Sedang demokrasi adalah keputusan berdasarkan suara terbanyak.

Di Indonesia, pergerakan nasional juga mencita-citakan pembentukan negara demokrasi yang berwatak anti-feodalisme dan anti-imperialisme, dengan tujuan membentuk masyarakat sosialis. Bagi Gus Dur, landasan demokrasi adalah keadilan, dalam arti terbukanya peluang kepada semua orang, dan berarti juga otonomi atau kemandirian dari orang yang bersangkutan untuk mengatur hidupnya, sesuai dengan apa yang dia ingini. Jadi masalah keadilan menjadi penting, dalam arti dia mempunyai hak untuk menentukan sendiri jalan hidupnya, tetapi harus dihormati haknya dan harus diberi peluang dan kemudahan serta pertolongan untuk mencapai itu.

Prinsip-prinsip demokrasi

Setiap prinsip demokrasi dan prasyarat dari berdirinya negara demokrasi telah terakomodasi dalam suatu konstitusi Negara Kesatuan Republik Indonesia.Prinsip-prinsip demokrasi, dapat ditinjau dari pendapat Almadudi yang kemudian dikenal dengan “soko guru demokrasi.” Menurutnya, prinsip-prinsip demokrasi adalah:

1.       Kedaulatan rakyat;

2.       Pemerintahan berdasarkan persetujuan dari yang diperintah;

3.       Kekuasaan mayoritas;

4.       Hak-hak minoritas;

5.       Jaminan hak asasi manusia;

6.       Pemilihan yang bebas dan jujur;

7.       Persamaan di depan hukum;

8.       Proses hukum yang wajar;

9.       Pembatasan pemerintah secara konstitusional;

10.   Pluralisme sosial, ekonomi, dan politik;

11.   Nilai-nilai tolerensi, pragmatisme, kerja sama, dan mufakat.

Asas pokok demokrasi

Gagasan pokok atau gagasan dasar suatu pemerintahan demokrasi adalah pengakuan hakikat manusia, yaitu pada dasarnya manusia mempunyai kemampuan yang sama dalam hubungan sosial.

 Berdasarkan gagasan dasar tersebut terdapat 2 (dua) asas pokok demokrasi, yaitu:

(1)    Pengakuan partisipasi rakyat dalam pemerintahan, misalnya pemilihan wakil-wakil rakyat untuk lembaga perwakilan rakyat secara langsung, umum, bebas, dan rahasia serta jurdil; dan

(2)    Pengakuan hakikat dan martabat manusia, misalnya adanya tindakan pemerintah untuk melindungi hak-hak asasi manusia demi kepentingan bersama.

Pemilihan umum secara langsung mencerminkan sebuah demokrasi yang baik

Ciri-ciri pemerintahan demokratis

Istilah demokrasi diperkenalkan kali pertama oleh Aristoteles sebagai suatu bentuk pemerintahan, yaitu suatu pemerintahan yang menggariskan bahwa kekuasaan berada di tangan banyak orang (rakyat). Dalam perkembangannya, demokrasi menjadi suatu tatanan yang diterima dan dipakai oleh hampir seluruh negara di dunia.

Ciri-ciri suatu pemerintahan demokrasi adalah sebagai berikut.

1.       Adanya keterlibatan warga negara (rakyat) dalam pengambilan keputusan politik, baik langsung maupun tidak langsung (perwakilan).

2.       Adanya persamaan hak bagi seluruh warga negara dalam segala bidang.

3.       Adanya kebebasan dan kemerdekaan bagi seluruh warga negara.

4.       Adanya pemilihan umum untuk memilih wakil rakyat yang duduk di lembaga perwakilan rakyat.

Sumber :

http://id.wikipedia.org/wiki/Demokrasi
»»  READMORE...

1.latar belakang pend kewarganegaraan dan kompetensi yg diharapkan, pengertian negara,hak dan kewajiban


Pendidikan di Indonesia diharapkan dapat mempersiapkan peserta didik menjadi warga negara yang memiliki komitmen kuat dan konsisten untuk mempertahankan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Hakikat negara kesatuan Republik Indonesia adalah negara kebangsaan modern. Negara kebangsaan modern adalah Negara yang pembentukannya didasarkan pada semangat kebangsaan –atau nasionalisme– yaitu pada tekad suatu masyarakat untuk membangun masa depan bersama di bawah satu negara yang sama walaupun warga masyarakat tersebut berbeda-beda agama, ras, etnik, atau golongannya. [Risalah Sidang Badan Penyelidik Usaha – usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) dan Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI), Jakarta: Sekretariat Negara Republik Indonesia, 1998].

Komitmen yang kuat dan konsisten terhadap prinsip dan semangat kebangsaan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, perlu ditingkatkan secara terus menerus untuk memberikan pemahaman yang mendalam tentang Negara Kesatuan Republik Indonesia. Secara historis, negara Indonesia telah diciptakan sebagai Negara Kesatuan dengan bentuk Republik.

Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah negara yang berkedaulatan rakyat dengan berdasarkan kepada Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradab, Persatuan Indonesia dan kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, serta dengan mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia

Rakyat Indonesia mempunyai berbagai hak dan kewajiban. Hak adalah sesuatu yang boleh dan bisa didapatkan oleh setiap warga negara, contohnya adalah hak mendapatkan perlindungan, hak mendapatkan pekerjaan, hak memberikan suara dalam pemilu dan hak untuk menerima bantuan bagi rakyat miskin. Sedangkan kewajiban adalah segala sesuatu yang harus dilakukan oleh setiap warga negara kepada negara Indonesia, contohnya kewajiban membayar pajak, kewajiban menjaga nama baik negara dan kewajiban untuk melindungi negara Indonesia.
»»  READMORE...